Pages

Rabu, 10 Desember 2014

Pekan Budaya dan Kontes Kecantikan ?

           Setiap tahun fakultas adab dan ilmu budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta rutin mengadakan apresiasi budaya yang dinamai pekan budaya. Ada yang berbeda dalam penyelenggaraan pekan budaya tahun ini, yaitu diselenggarakannya ajang kontes kecantikan/ miss misan yang bertajuk ’miss muslimah’. Yang menjadi pertanyaan adalah apa relevansinya antara pekan budaya dengan miss muslimah. Apakah ajang miss misan merupakan bagian dari budaya bangsa yang perlu untuk diapresiasikan, atau ia mungkin merupakan budaya jawa atau budaya nusantara yang kebetulan terselenggara di kota budaya Yogyakarta. Atau ia merupakan budaya Islam atau budaya arab yang dibawa islam karena kontes ini diadakan di universitas islam. Tidak, kontes ini bukanlah merupakan budaya jawa, nusantara, atau budaya arab dan pasti bukan merupakan budaya islam. Kontes ini merupakan modifikasi dari kontes miss misan diluar sana yang berakar dari budaya barat yang ketika masuk sebuah kampus islam harus berubah nama menjadi Miss Muslimah.

           Jika ditilik dari sejarahnya kontes kecantikan  pertama kali diadakan di Amerika pada tahun 1854.  Namun kontes kecantikan itu ditutup karena adanya protes publik.Dan uniknya panitia penyelenggara kontes kecantikan yang pertama di dunia tersebut sebelumnya sukses sukses menggelar kontes kecantikan untuk hewan, anjing dan burung.Kemudian kesuksesan itu di uji cobakan untuk manusia.

            Kontes kecantikan yang bertajuk miss muslimah tersebut mungkin merupakan bentuk kelatahan terhadap tren modern saat ini. Dimana setiap kelompok, komunitas, daerah, Negara bahkan dunia sedang mencoba untuk memeperkenalkan/mempromosikan diri mereka dengan megadakan kontes miss misan tersebut. Banyak mungkin yang berpendapat ajang ini bisa mendongkrak pamor kampus, menaikkan citra kampus di mata masyarakat luas, dan dengan dalih kontes ini tidaklah menjadikan kecantikan sebagai kriteria utama. Jika kontes ini bisa menaikkan citra kampus, lantas citra macam apa yang hendak dinaikkan. Citra pendidikannya, citra kampus yang beradab, atau mungkin hanya citra kecantikan pesertanya saja. Citra macam apa yang hendak ditunjukkan dengan memamerkan kecantikan wanita di depan publik, dengan berlengak-lenggoknya mis misan itu diatas panggung. Apakah itu yang hendak dicitrakan oleh sebuah kampus islam, dengan meniru budaya barat semacam itu yang hanya merubah konteks saja.

Sabtu, 12 Juli 2014

SYAHRINI DAN GAYA BAHASANYA




Dewasa ini bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat  pesat. Hal ini tidak lepas dari cepatnya perkembangan di dunia teknologi khususnya di bidang media, seperti semakin banyaknya stasiun televisi, radio, berita online, jejaring sosial dan sebagainya. Pada era teknologi seperti sekarang, semakin mudah untuk mendapat informasi dan mengekspresikan apa yang diinginkan. Hal ini tentu saja berpengaruh pada perkembangan bahasa, seperti munculnya bahasa gaul dari  sinetron, kata-kata baru yang dimunculkan para selebritas, banyak istilah-istilah asing dan sebagainya. Media yang menjadi suatu model bagi perilaku masyarakat memberikan suatu pengaruh besar terhadap pergeseran Bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa yang tepat dalam media massa akan memiliki dampak yang positif dalam pemakaian bahasa masyarakat. Sebaliknya, jika bahasa dalam media massa kacau, akan memberikan pengaruh yang negatif, terutama bagi mereka yang tidak tahu akan kaidah bahasa.

Salah satu selebritas yang rajin memunculkan istilah atau kata-kata baru adalah Syahrini, misalnya kata “cetar membahana badai”. Jika dianalisis kata “cetar” berarti tiruan bunyi cambuk yang dipukulkan, “membahana” berarti bergema atau berkumandang, dan “badai” artinya angin kencang yang menyertai cuaca buruk. Lantas apa maknanya secara keseluruhan? Walaupun kata-katanya enak didengar tapi maknanya tidak jelas. Syahrini sendiri mengunkapkan bahwa kata cetar membahana badai adalah ungkapan untuk sesuatu yang luar biasa atau hebat. Selain “cetar membahana badai”, Syahrini juga pernah menjadi fenomena karena kata “sesuatu” dan “alhamdulillah yah”. Fenomena penambahan kata “sesuatu” di hampir tiap kalimat yang dia katakan sebenarnya merupakan gejala yang hampir sama dengan Vicky, yaitu penggunaan sebuah kata yang tidak tepat pada tempatnya.

Selain hal di atas, dalam sebuah video  wawancara yang berjudul video sok intelek syahrini 2013 yang dapat di saksikan di youtube , Syahrini banyak menggunakan kata dalam bahasa Ingris yang tidak tepat. Syahrini mengucapkan kata “poloshot”, yang seharusnya "follow shot”, dan “confie” yang dimaksud “comfort”. Selain itu, ia juga melafalkan kata “mandarin” dengan kata “mandern”, dan “famous” dengan “vimes”. Lalu ia menyebut kata “speech” yang berarti pidato dengan kata “speechman”. Masih dalam wawancara tersebut, Syahrini mengaku tidak ingin disebut Go Internasional karena konsernya masih berada di wilayah Asia. Namun lucunya,ia menyebut negara-negara Asia Tenggara, sebagai negara Asia Timur. “Ini kan skupnya masih Asia Timur, Japan, Hongkong, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Indonesia,” kata Syahrini. Lucunya lagi, ia hanya ingin debut konsernya di Singapura itu disebut sebagai ‘Go Asianel’. “Insya Allah kalau go asianel,” papar Syahrini.

Jumat, 28 Maret 2014

EDUCATION FOR ALL___ PROMOTING ACCESSIBILITY ON CAMPUS



 

A Narration of the Video:


 ON DISABILITY
Who are disabled persons?
We are all physically disabled at some time in our lives. A child, a person with a broken leg, a parent with a pram, an elderly person, etc. are all disabled in one way or another.
According to World Healt Organization Individuals with disabilities are defined as those with physical, sensory, emotional, intellectual, learning, health or other disabilities that may be visible or invisible, stable or progressive, occurring at birth or during childhood

Problems
According to article 31 of the 1945 national constitution of Indonesia, education is a right for every citizen, while the government shoulders the responsibility to provide it.
In Indonesia, people with disabilities are protected by the 1997 Law No. 4 that recognizes equal opportunities in all aspects of life. Article 6 (1) of that same law guarantees appropriate education services for all people with disabilities at every level of education.

According to Helen Keller International in 2010, less than 4% of 1.5 million of children with disabilities have access to educational services in Indonesia.

college education is a stage that cannot be enjoyed by a majority of young people with disabilities in Indonesia.

In general, the problems that disabilities face to study in university are :
  •   A difference curiculum between spechial school make the difable get some problems to do the entrance university exam
  •   Not every university are able to provide special facilities for difables
  •   Many people don’t have awareness to treat difables in the right way, so there some discriminations that difables feel because of the university personal.

Overall, the problems that difables faced to study in university are relative to rights, policies, and equal opportunities for students with disabilities include: (a) poor inclusive policies from both the Ministries of Education and Religious Affairs to guide universities and colleges, (b) no follow-up on the implementation of laws such as the Indonesian regulation guaranteeing accessibility to public spaces which has still yet to be executed, (c) no sensitivity training for staff to learn how to teach people with special needs in inclusive settings, and (d) limited budget in supporting access and entitlement to education.

most people with disabilities in Indonesia do not speak up or fight for their rights. It could be one of the reasons why campuses are still far from being inclusive despite a handful of advocating students with disabilities.


Solution
Accessibility on campus – PLD (pusat layanan difabel / CENTER FOR DISABILITIES STUDIES AND SERVICES)

Each university must establish an Office for Students with Disabilities to clearly be pro-active. The mission of such office is to provide support for students with disabilities to respond to individual needs and to encourage independence and empowerment while respecting the academic requirements of the university. The inclusion of students with disabilities has to be facilitated by skilled staff able to support this multi-faceted process.
One of the university that established the Centre for Disability Studies and Services is State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, the first centre of its kind in Indonesian tertiary/higher education.

CENTER FOR DISABILITIES STUDIES AND SERVICES , TO PROVIDE HIGHER EDUCATION FOR ALL!


 CENTER FOR DISABILITIES STUDIES AND SERVICES  was established in 2007 in the UIN Sunan Kalijaga State Islamic University and is the first of its kind in Indonesia.