Pages

Kamis, 10 Agustus 2017

Khalifah fil Ardhi, Penjaga Kelestarian Alam

Yogyakarta, 20-12-2015

Beberapa dekade terakhir ini isu-isu mengenai lingkungan seperti pemanasan global, perubahan iklim, dan bencana-bencana akibat rusaknya lingkungan menjadi perhatian umat manusia di penjuru dunia. Seperti yang baru usai beberapa hari yang lalu, yaitu konferensi Perubahan iklim di Paris, Perancis 30 November – 13 Desember 2015. Konferensi ini diikuti hampir seluruh negara dibelahan bumi yaitu 195 negara. Dalam konferensi paris ini tercapai satu kesepakatan yang disebut sebagai Paris Agreement (kesepakatan Paris) yang diyakini bisa mengatasi perubahan iklim yang semakin ekstrim belakangan ini.

Kesadaran untuk saling bekerjasama dan bergotong-royong  mengatasi masalah lingkungan merupakan satu tindakan yang benar dan sudah semestinya dilakukan karena isu-isu lingkungan; pemanasan global, perubahan iklim, pencemaran udara dan lain sebagainya bukanlah isu yang bisa dikotak-kotakkan dan disekat-sekat berdasar batas-batas negara, karena lingkungan, iklim, dan udara tidak bisa disekat-sekat dan dibatasi antar negara, isu ini adalah isu global yang harus dijawab dan diatasi bersama oleh setiap negara diatas bumi ini.

            Mengenai isu linkungan ini, Indonesia yang disebut-sebut sebagai paru-paru dunia juga tidak terlepas dari masalah lingkungan yang belakangan menjadi semakin kompleks. Isu terakhir yang masih hangat dan segar diingatan adalah isu mengenai kabut asap yang menimpa disebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan. Asap yang tidak mengenal batas-batas negara bahkan sampai menyebrang ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bahkan sampai ke Thailand, karena seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa isu-isu lingkungan bukanlah isu nasional dalam negeri suatu negara melainkan isu global.

Bencana asap tersebut bermula dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terutama akibat pembakaran lahan gambut. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa penyebab utama kebakaran hutan dan lahan tersebut disebabkan oleh tangan manusia, terutama manusia-manusia (perusahaan-perusahaan) serakah yang dengan sengaja membakar hutan dan lahan supaya nantinya dapat ditanami tanaman baru terutama kelapa sawit yang bernilai jual tinggi terutama untuk pasar ekspor. Tindakan ini adalah tindakan yang salah dan sangat tindak bertanggung jawab dengan dalih untuk penghematan biaya produksi, mereka seolah menghalalkan segala cara. Bersumber dari data BNPB sebagaimana dikutip  dari Republika Online bahwa 99% kebakaran hutan dan lahan akibat ulah manusia. BNPB punya data lengkap bahwa yang melakukan pembakaran itu perusahaan. Data-datanya jelas, perusahaan apa saja yang terlibat di dalamnya. Terang saja mereka melakukan pembakaran hutan yang tak terkontrol. Biaya pembukaan lahan dengan cara dibakar hanya membutuhkan Rp 600-800 ribu per hektare, sedangkan tanpa membakar butuh Rp 3,4 juta per hektare untuk membuka lahan.

        Masih bersumber data dari BNPB sebagaimana dikutip dari Republika Online, disebutkan bahwa Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada Juni hingga Oktober 2015 memakan kerugian finansial hingga Rp 221 triliun. Dampak Lainnya, terdata 24 orang meninggal dunia, lebih dari 600 ribu jiwa terjangkit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), 60 juta jiwa terpapar asap dan sebanyak 2,61 juta hektare hutan dan lahan terbakar.

Eksploitasi alam yang berlebihan oleh manusia untuk mendapat keuntungan pribadi semata sungguh tidak sesuai dengan ajaran islam. Islam menekankan bahwa Allah SWT mengajarkan di dalam Al-Quran bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi, tidak hanya untuk memikirkan kepentingan dirinya, kelompoknya atau bangsanya saja, tetapi ia juga harus memikirkan kemaslahatan semuanya, termasuk alam dan lingkungannya. Sebenarnya, Kita harus menyadari bahwa semua makhluk hidup di muka bumi ini hidup serba ketergantungan antara satu dengan lainnya. Tanaman, hewan dan kekayaan alam lainnya butuh perawatan dan pelestarian oleh manusia agar keberlangsungan hidupnya terjaga dengan baik, sebaliknya manusia juga memerlukan kekayaan alam untuk bertahan hidup di muka bumi. Jadi, hubungan kita dengan alam bersifat simbiosis mutualisme (saling menguntungkan). Karenanya keseimbangan dan keserasian perlu dijaga agar tidak terjadi kerusakan.

Oleh karena itu pemanfaatan lingkungan/alam ini tidak boleh semena-mena dan sekehendak nafsu pribadi semata, melainkan harus mengedepankan kelestarian dan keberlangsungan alam itu sendiri. Memang benar, Allah menciptakan alam ini untuk kepentingan manusia, untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi dalam pemanfaatanya harus dengan kearifan dan proporsional. Allah swt sudah Malarang dan memperingatkan dalam Al-Quran :

" Dan janganlah kalian membuat kerusakan di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut tidak diterima dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (al-A'raf:56)

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS. Ar-Ruum: 41). 

Dari dua ayat diatas jelas bahwa Allah telah melarang umat manusia untuk berbuat kerusakan di atas muka bumi ini, dan Allah akan menurunkan azab (bencana) di bumi bila manusia yang telah diberi amanah tidak mampu menjalankan amanah sesuai ketentuanNya.


Manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi yang berarti wakil Allah dimuka bumi, wajib untuk merepresentasikan kehadirannya (eksistensinya) untuk menjaga dan mengurus bumi ini agar tetap lestari sebagaimana Allah swt telah menganugerahkan bumi ini dalam keadaan dan bentuk yang sebaik-baiknya. Artinya, manusia diberikan amanah untuk menjaga keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat kehidupan seluruh makhluk Allah dengan memanfaatkan segala potensi alam yang ada dengan sebaik-baiknya tanpa merusak dan hal ini sekaligus akan menjaga keberlanjutan kehidupan manusia itu sendiri.



M.A (20-12-2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar